Pixel Code jatimnow.com

Bicara Omnibus Law, Rizal Ramli: Bungkusnya Bagus Tapi...

Editor : Sandhi Nurhartanto   Reporter : Jajeli Rois
Rizal Ramli
Rizal Ramli

jatimnow.com - Pemerintah akan menerbitkan Omnibus Law. Mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli menilai omnibus law sebagai undang-undang pamungkas memiliki bungkus yang bagus, namun berpotensi besar melanggar hukum.

"Omnibus Law kan undang-undang pamungkas, tapi melanggar hukumnya besar sekali," ujar Rizal Ramli, Minggu (8/3/2020).

Ia mengatakan, omnibus law bungkusnya bagus tapi Rizal tidak yakin dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen.

"Omnibus Law bungkusnya bagus, bakal menarik investasi, menciptakan lapangan pekerjaan, memacu pertumbuhan ekonomi 6 persen. Saya nggak percaya. Angkanya pemerintah nggak pernah kasih perkiraan berapa. Berapa perkiraan investasi akan naik, kasih angkanya dong. Berapa lapangan pekerjaan yang bisa diciptakan. Berapa pertumbuhan ekonomi yang bakal diciptakan," tuturnya.

Pakar ekonomi ini memperkirakan jika omnibus law dipaksakan, maka pertumbuhan ekonomi bisa mandeg di angka 4 persen.

"Mohon maaf kalau tiga bulan akan datang omnibus law misalnya dipaksain lolos, perekonomian Indonesia tetap mandeg di 4 persen," ujarnya.

Rizal membeberkan alasan kenapa pertumbuhan ekonomi hanya berkisar di angka 4 persen saja.

Baca juga:
Anies Baswedan Tebar Janji ke Nelayan Lamongan: Bakal Ubah Regulasi BBM Solar

"Karena masalah utamanya bukan di situ. Masalahnya birokrasi kita yang korup. Mereka yang bikin lambat segala macam," terangnya.

Ia menceritakan ketika menjabat Menteri Keuangan selalu memberikan deadline cepat ke bawahannya.

"Satu bulan, satu minggu harus jadi, kalau nggak saya ganti pejabatnya," terangnya.

Baca juga:
Koalisi Organisasi Profesi Kesehatan di Ponorogo Tolak RUU Omnibus Law

Ketika sudah tidak menjabat lagi sebagai Menteri Keuangan, Rizal pernah makan siang dengan mantan dirjen eselon I di Kementerian Keuangan.

Katanya, mereka mengakui ketika Rizal Ramli menjabat Menteri Keuangan, para pejabat eselon I itu tidak punya waktu untuk memeras pengusaha, karena dikejar deadline.

"Jadi semuanya cepat. Karena pejabat bikin lambat supaya bisa meres pengusaha atau rakyat kan. Jadi masalah kita birokrasi kita bukan undang-undang yang bagus," jelasnya.