Pixel Code jatimnow.com

Pilwali Surabaya 2020

Diduga Terlibat Kampanye Erji, Pejabat Pemkot ini Dilaporkan ke KPK

Editor : Sandhi Nurhartanto   Reporter : Jajeli Rois
Ketua KIPP Jawa Timur (nomor dua dari kiri) saat melapor ke KPK
Ketua KIPP Jawa Timur (nomor dua dari kiri) saat melapor ke KPK

jatimnow.com - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Timur melaporkan Plt Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (20/11/2020).

Plt Kepala Dinas DKRTH Anna Fajriatin dilaporkan atas dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pengunaan APBD untuk kampanye pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya nomor urut 1, Eri Cahyadi dan Armudji (Erji).

Baca juga: KIPP Jatim Laporkan Pejabat Pemkot Surabaya ke Komisi ASN

"Dugaan penyalahgunaan APBD tersebut dalam bentuk kebijakan pemberian bantuan lampu penerangan jalan umum LED kepada warga di Asemrowo, Menur, Bangungsari. Atas kebijakan tersebut diduga merugikan keuangan negara sampai puluhan juta rupiah," ujar Ketua KIPP Jawa Timur Novli Thyssen, melalui siaran pers yang diterima redaksi, Sabtu (21/11/2020).

KIPP menduga ada pelanggaran terstruktur sistematis dan masif dalam pemberian bantuan lampu penerangan jalan umum LED, karna bantuan lampu LED kepada warga Asem Rowo, Menur, dan Bangunsari tersebut mempunyai kesamaan pola.

"Polanya yaitu diawali dengan kampanye tatap muka pasangan calon Eri Cahyadi dan Armudji dengan warga yang lalu. Kemudian ada permintaan bantuan warga untuk pengantian lampu penerangan jalan LED yang kemudian direalisasikan bantuannya oleh Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH)," katanya.

"Jadi, waktu antara pengajuan permintaan dengan realisasi bantuan cukup singkat. Ketika ada permintaan warga ke pasangan calon Eri Cahyadi dan Armudji dalam hitungan hari ada respon permintaan dengan pemberian bantuan oleh Pemkot Surabaya melalui DKRTH," tambah Novli.

KIPP juga menduga kebijakan Kepala Dinas DKRTH dalam pemberian bantuan lampu penerangan jalan umum LED tersebut tidak melalui skema Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana belanja program dan kegiatan SKPD.

"Serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD dan patut juga diduga tanpa melalui skema Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode satu tahun," terangnya.

Pemberian bantuan lampu penerangan jalan LED menurut Novli, hanya untuk memikat simpati pemilih kepada calon yang telah membantu.

Baca juga:
Pantau Pilwali Surabaya 2020, 422 Relawan KIPP Diterjunkan

"Ini jelas tidak masuk dalam perencanaan anggaran RKPD ataupun RKA. Nah, jika tidak terencana maka harusnya ada situasi khusus yang melatarbelakangi pemberian bantuan, situasi khusus seperti force majeure. Tapi ini kan tidak ada force majeure," tuturnya.

"Polanya diawali dengan kampanye tatap muka pasangan calon, lalu kemudian ada permintaan warga, dan lalu kemudian ada realisasi pemberian bantuan," tambahnya.

Novli juga menerangkan, ada bukti laporan dari warga yang diperkuat dengan adanya screenshoot WA (WhatsApp) dengan Armudji.

"Di mana dalam screenshoot WA tersebut warga menagih janji kampanye Armudji untuk bantuan lampu penerangan jalan LED," terangnya.

Dari berbagai temuan tersebut, KIPP melaporkan Plt Kepala Dinas DKRTH ke KPK juga sebagai pengingat kepada seluruh kepala OPD atau kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya, agar berhati-hati mengeluarkan kebijakan di tahun politik pada Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya tahun 2020.

Baca juga:
Polisi Usut Teror Potongan Kepala Kambing Terhadap Pengawas Pemilu

"Dengan tidak menyalahgunakan anggaran APBD untuk kepentingan pemenangan pasangan calon yang berkompetisi. Karena anggaran APBD bersumber dari uang pajak masyarakat Surabaya masuk ke kas negara yang diperuntukan untuk kepentingan masyarakat Surabaya. Bukan dipergunakan untuk urusan kampanye politik," tegasnya.

KIPP berharap KPK untuk segera melakukan investigasi ke Kota Surabaya untuk mencari kebenaran tentang peristiwa hukum tersebut.

"Serta memberikan sanksi tegas bagi para pihak yang terbukti bersalah merugikan keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," jelas Novli.