Pixel Code jatimnow.com

Kisah Pendakian ke Gunung Lawu (3-Habis)

Misteri Suara Lelaki Tua di Pojok Tenda

Editor : Narendra Bakrie   Reporter : Arina Pramudita
Puncak Hargo Dumilah Gunung Lawu (Foto: Dok. penulis)
Puncak Hargo Dumilah Gunung Lawu (Foto: Dok. penulis)

jatimnow.com - Tidak ingin terus berpikiran macam-macam, kami akhirnya melanjutkan perjalanan turun ke Basecamp Cemoro Sewu. Selain khawatir terjebak gelap, tentu karena kami masih trauma akan apa yang terjadi kemarin malam.

Sesampainya di pos 3, Papang mengeluh asam lambungnya naik. Saking tergopohnya kami mempercepat langkah agar segera tiba di basecamp, sampai lupa jika waktunya makan siang.

Jam menunjukkan pukul 1 siang. Aku yang punya pengalaman kurang apik di pos ini karena melihat pocong, memilih membujuk teman sependakian untuk istirahat di pos 2 dan memasak di sana.

Di pos 2, aku dan Pipit, teman Suki, memasak sayur sop dan telur dadar, usai Papang mendirikan shelter sementara dari flysheet. Di pos ini banyak pendaki lain yang singgah, entah untuk naik atau turun dari puncak.

Baca juga:  

Salah dua dari yang singgah adalah Adam dan Ramli. Keduanya mengaku sebagai Warkamsi atau warga kampung sini. Usai makan siang, seperti biasa kami memilih lanjut istirahat agar makanan tercerna baik di lambung.

Teja terlihat berbincang dengan Adam dan Ramli. Sampai akhirnya aku dan Papang turut nimbrung sambil membawa bergelas-gelas kopi.

Teja memulai obrolan tentang kejadian yang kami bertiga alami. Aku sudah memberinya tanda supaya tidak melanjutkan pembahasan, tapi dia tak juga menangkap maksudku.

"Alhamdulillah kalian masih dikehendaki selamat. Kalian tentu orang terpilih, jarang yang kembali," celetuk Ramli yang kemudian membuatku bergidik merinding.

"Maksudnya bagaimana?" tanya Papang.

Adam menyahut, jika yang kami ceritakan bukan hal yang mengejutkan. Tetapi, sedikit dari yang mengalaminya bisa sekuat kami. Bahkan ada yang hilang dan tidak ditemukan hingga saat ini. Kebanyakan karena tetap nekat keluar tenda saat mendengar suara Langgam Jawa dan barisan prajurit.

Konon, masih kata Adam, siapa yang melihat para prajurit itu, seperti terhipnotis dan lantas tanpa sadar berjalan masuk ke barisan. Ada yang percaya jika sudah masuk ke barisan prajurit maka akan ikut ke alam lain.

Baca juga:
Misteri Penyebab Lubang di Dasar Sungai Kaliasat Blitar Terungkap

Aku terdiam, sama halnya dua temanku ini. Sedangkan Suki dan Pipit cuma bisa ternganga tak menyangka ada kisah sebegitu seramnya.

"Jangan takut mendaki ke Lawu lagi. Kalian harus coba jalur Candi Cetho. Jadikan pengalaman ini sebagai cerita lalu, tapi jangan dilupakan," lanjut Adam.

Aku tersenyum hambar. Mana mungkin tidak trauma jika nyawa hampir saja menjadi taruhan. Tapi, tiba-tiba aku teringat sesuatu. Bagaimana bisa Teja bercerita sangat gamblang sementara dia tidur saat malam mencekam itu. Ketika aku dan Papang membahasnya tadi pagi pun, dia masih ada di dalam tenda.

"Jadi, kamu juga dengar suara itu, Ja?" tanyaku.

Teja mengangguk tegas. Bahkan menurutnya, dia mendengar suara berat seperti lelaki tua sedang berbicara di pojok tenda kami malam itu.

"Sudah sudah. Itu pasti si mbah yang memang menemani para pendaki. Beliau baik dan bisa saja dia yang melindungi kalian," sahut Ramli.

Baca juga:
Mitos Gunung Pegat Ponorogo, Calon Pengantin Ada yang Berani Melanggar?

Papang yang sejak awal dimulainya pendakian selalu berpenampilan gagah, seketika pucat. Temanku ini memang selalu berpenampilan tenang di setiap kejadian menegangkan.

Tapi kurasa kali ini mentalnya sudah kena. Begitu juga aku dan Teja. Akhirnya kami sepakat berkemas dan melanjutkan perjalanan turun ke basecamp.

Kami tiba di basecamp tepat sebelum adzan magrib berkumandang. Sebelum memasuki tempat singgah para pendaki itu, aku, Teja dan Papang memutuskan menyudahi pembahasan ini.

Semoga siapapun yang mendaki di Gunung Lawu yang terkenal sebagai gunung ziarah dan jujugan untuk ritual itu, diberi keselamatan seperti kami.

 

Penulis adalah wartawan jatimnow.com