Pixel Codejatimnow.com

Bukti Lemah, Penasihat Hukum Minta Dosen Unej Dibebaskan

Editor : Arina Pramudita  
Pengadilan Negeri Jember.
Pengadilan Negeri Jember.

Jember - Sidang kasus dugaan pencabulan anak di bawah umur yang menjerat RH (Dosen Universitas Jember) sebagai terdakwa, memasuki tahap pembacaan pledoi atau nota pembelaan oleh terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jember.

Melalui Penasihat Hukumnya, Freddy Andreas Caesar, RH meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut memutus bebas dirinya dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Saat membacakan Pledoi, Andreas menyebut bahwa dari fakta persidangan hanya ada saksi yang sifatnya testimonium de auditu. Yakni tidak melihat secara langsung dan mendengar sendiri kejadian tuduhan pencabulan yang dilakukan RH, sesuai yang diamanatkan KUHAP.

“Karena itu kami meminta terdakwa diputus bebas,” kata Andreas, Rabu (3/11/2021).

Menurut Andreas, pledoi mengacu pada beberapa alat bukti. Namun ia tidak dapat membeberkannya sebagai bentuk penghormatan terhadap korban. Terlebih persidangan berlangsung secara tertutup.

Andreas berharap masalah pribadi kliennya tidak terlalu dibawa ke forum publik, sebab hanya akan menimbulkan opini publik yang seolah-olah menghakimi RH dan membuat masyarakat menghakimi terdakwa.

“Saya berharap aktivis yang mengawal proses hukum RH ini tidak tendensius dengan menggiring opini seolah-olah RH adalah penjahat kelas kakap,” jelasnya.

Sementara itu, EH, istri RH yang menggelar jumpa pers usai sidang mengungkapkan, bahwa pemberitaan tentang suaminya tidak berimbang dan menyudutkan RH.

Menurut EH sejauh ini belum ada wartawan yang meminta klarifikasi kepada dirinya selaku istri terdakwa. ia merasa tersakiti dengan penggunaan diksi di salah satu media yang menyebut RH sebagai predator dan pemangsa.

Padahal, kata dia, dalam kasus suaminya tidak terjadi penetrasi atau persetubuhan, apalagi perkosaan. Hasil visum fisik pelapor pun dikatakannya normal. Tidak ada memar, juga tidak ada visum yang menyebut kerusakan pada selaput dara korban.

Baca juga:
Kuasa Hukum Sebut Ada Motif Mas Bechi Dijatuhkan dari Ponpes

“Bahkan kemarin kami bisa membantah hasil visum psikiatri yang dikeluarkan secara tergesa-gesa oleh pihak yang ditunjuk oleh kepolisian,” tegas EH.

EH menambahkan, pemberitaan yang sepihak itu benar-benar membuat keluarganya tersiksa. Sebab tudingan bahwa RH sebagai predator sangat tidak berdasar.

Ia berharap media bisa menyampaikan kebenaran supaya publik bisa melihat masalah ini secara utuh. Tidak hanya dari sudut pandang pelapor sepenuhnya.

Lanjut EH, ada banyak konflik keluarga di balik masalah ini. Sejak kecil, pelapor dititipkan di rumah keluarga RH setelah orang tua pelapor bercerai. Karena bapak pelapor adalah kakak kandung EH, istri terdakwa RH.

Menurut EH, jika ada yang menilai masalah ini seperti sinetron, ia membenarkannya. Karena itu dia akan terus berjuang mendampingi RH untuk mendapat keadilan.

Baca juga:
JPU Hadirkan Saksi dalam Sidang Mas Bechi, Kuasa Hukum: Ceritanya Tak Masuk Akal

“Karena kami yang menjalani di sini, jadi kami yang paling tahu persis persoalan ini. Kenyataannya jauh dari narasi yang beredar di banyak media," paparnya.

Dalam sidang sebelumnya, JPU menuntut terdakwa RH hukuman 8 tahun penjara. Tuntutan tersebut dinilai terlalu tinggi dan mengabaikan fakta persidangan yang banyak melemahkan dakwaan jaksa.

Sebelum tuntutan dibacakan, penasihat hukum meminta agar JPU menuntut terdakwa RH secara objektif berdasarkan fakta yang muncul di persidangan. Jangan karena desakan faktor lain di luar persidangan, termasuk aksi massa yang digelar selama proses persidangan berlangsung.

Kasus yang menyeret nama RH mencuat pada Februari 2021 lalu. Ia dilaporkan melakukan pelecehan seksual sebanyak dua kali usai korbannya menulis status di akun media sosial.

Akibat dari dari kasus tersebut, RH dibebastugaskan dari jabatannya di kampus terkait.