Surabaya - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merespons kasus penganiayaan terhadap bocah laki-laki berusia 4 tahun hingga tewas di Surabaya, yang dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri.
Komisioner KPAI Jasra Putra mengecam tindakan tersebut. Dia menilai peristiwa itu merupakan preseden buruk untuk perjuangan perlindungan anak di Indonesia.
"Pertama, kami mengutuk dan menyesalkan peristiwa dugaan kekerasan yang dilakukan oleh orangtua hingga menghilangkan hak hidup anak. Seharusnya orangtua sebagai pelindung pertama dan utama anak dalam pemenuhan dan perlindungan hak anak," ungkapnya kepada jatimnow.com, Rabu (10/11/2021).
"Namun dalam peristiwa ini terjadi sebaliknya. Tentu kami minta aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada pelaku, karena pelaku adalah orang terdekat anak. Dalam UU Perlindungan Anak yang menjadi pelakunya adalah orangtua, maka bisa ditambah 1/3 dari hukum asalnya," tambah Jasra.
Dia merinci, sepanjang Januari hingga September 2021, KPAI menerima pengaduan baik langsung maupun online sebanyak 5.206 kasus terkait Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Khusus Anak.
Jika dilihat, tiga data kasus yang paling banyak diadukan terkait klaster keluarga dan pengasuhan alternatif, ada 1954 kasus dengan rincian kasus di antaranya terkait anak korban pemenuhan hak nafkah, anak korban pengasuhan bermasalah, anak korban perebutan hak asuh anak, anak korban pelarangan akses bertemu orang tua serta kasus lainya.
Kemudian dalam situasi Pandemi Covid-19 seperti sekarang, kluster Perlindungan Khusus Anak (PKA) seperti anak korban kekerasan fisik atau psikis sebanyak 955 kasus, dan anak korban kejahatan seksual sebanyak 672 kasus.
"Dampak Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung hampir dua tahun berdampak kepada ketahanan keluarga dan lebih khusus terkait pemenuhan dan perlindungan anak baik hak nafkah, pengasuhan bermasalah dan meningkatnya kekerasan kepada anak," papar Alumnus Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang itu.
Baca juga:
Rekonstruksi Kekerasan pada Bayi hingga Tewas di Tulungagung, Tersangka Tenang
Dalam survei KPAI bulan Juni 2020 dengan responden 14 ribu orangtua menyatakan pernah melakukan kekerasan pada anak baik pelaku ayah maupun ibu. Apalagi dalam situasi pandemi ini informasi dan pengatahuan pengasuhan sangat terbatas didapatkan. Hanya 30% orangtua mendapatkan informasi tentang bagaimana cara mengasuh secara baik.
Selain itu, banyak pengasuhan anak serta pendampingan PJJ dilalukan oleh ibu. Sementara ayah sangat minim sekali dalam pendampingan anak, terutama dalam pendampingan pembelajaran jarak jauh.
Padahal dalam pengasuhan termasuk pendidikan anak, peran ayah sangat penting untuk memberikan pengasuhan berimbang kepada anak dalam berbagi peran mewujudkan tumbuh kembang anak secara baik.
"Memang tidak dapat dipungkiri, dampak pandemi kepada keluarga sangat luar biasa. Apalagi keluarga mengalami tantangan persoalan ekonomi, sosial dan termasuk kesehatan jiwa. Situasi yang tidak ideal ini menjadikan anak sebagai pelampiasan kemarahan orang tua kepada anak dan bahkan melakukan tindak kekerasan yang berujung kematian," urainya.
Baca juga:
Kasus Ibu di Surabaya Aniaya Balita hingga Tewas Siap Disidangkan
Menurut Jasra, relasi kuasa orang dewasa yang tidak berimbang ini jika dibiarkan secara terus menerus maka anak-anak akan mengalami kekerasan fisik, psikis dan bahkan kekerasan seksual.
Oleh sebab itu pemerintah dan pemerintah daerah diminta untuk memberikan perhatian besar terhadap perlindungan anak setelah Covid-19 melandai.
"Isu keluarga ini merupakan isu hulu yang membutuhkan intervensi yang efektif, agar ketahanan keluarga bisa segera bangkit dari dampak pandemi ini. Perhatian ini tentu diiringi dengan dukungan anggaran dan program-program inovatif dalam menjawab persoalan keluarga baik jangka pendek maupun jangka panjang. Termasuk memperkuat kerja-kerja kolaboratif dengan orang tua, masyarakat dan pihak lain," tandasnya.