Pixel Codejatimnow.com

Faktor Ekonomi Jadi Pemicu Bayi Berkelamin Ganda di Surabaya Tak Bisa Operasi

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Ni'am Kurniawan
Surahman, ayah Fitriyah, bayi berkelamin ganda di Surabaya yang butuh pertolongan. (Foto: Ni'am Kurniawan/jatimnow.com)
Surahman, ayah Fitriyah, bayi berkelamin ganda di Surabaya yang butuh pertolongan. (Foto: Ni'am Kurniawan/jatimnow.com)

Surabaya - Laila Fitriyah (1,5) terus merintih menahan sakit saat ditemui di rumahnya di Jalan Tanjungsari, Jaya Bakti no 57, Surabaya. Bayi berkelamin ganda itu, tak bisa dioperasi lantaran mengidap gizi buruk.

Tubuh kurusnya menandakan asupan gizinya tak terpenuhi baik. Keterbatasan ekonomi orang tuanya, menjadi dasar penanganan terhadap bocah mungil itu menjadi terhambat.

Baca juga: Pilu Bayi Berkelamin Ganda di Surabaya, Tak Bisa Operasi karena Kurang Gizi

Didampingi ayahnya, Surahman (41) dan ibunya, Yuliani (34), Fitriyah sesekali nampak terduduk lesu di pangkuan sang ibu. Menurut Surahman, anaknya itu sudah diperiksa dokter dan tergolong CAH (Congenital Adrenal Hyperplasia) yakni penyakit keturunan yang membuat penampilan fisik perempuan tampak lebih maskulin (ambigous genitalia).

Kelainan itu, membuat pertumbuhan hormon Fitriyah tak stabil, sehingga membuatnya merasa kesakitan dan harus mengonsumsi obat setiap harinya.

"Jadi beda sama anak-anak lain, ini utamanya dia tergolong hormonnya kurang bekerja dengan baik jadi harus minum obat terus," ujar Surahman saat ditemui di rumahnya, Rabu (2/2/2022) malam.

Selama itu pula, Fitriyah harus keluar masuk rumah sakit setiap dua minggu. Tujuannya untuk melakukan kontrol kesehatan agar segera mendapat penanganan. Namun selama hampir dua tahun upaya itu tak kunjung membuahkan hasil.

"Selama pengobatan dia harus kontrol selama dua minggu sekali setelah itu kalau kondisinya agak membaik mungkin nunggu dokter tindakannya gimana," tambah Surahman.

Surahman menyebut dirinya terkendala ekonomi lantaran berpenghasilan tak tetap setiap harinya. Di usia anaknya yang membutuhkan gizi baik, pun tak bisa dipenuhinya karena keterbatasan tersebut.

Baca juga:
Begini Cara Kepala Puskesmas Babadan Ponorogo Gugah Kesadaran Masyarakat Atasi Stunting

Hingga saat ini, lanjutnya, dokter tak berani melakukan operasi terhadap Fitriyah karena kondisi berat badan yang kurang.

"Sekarang lagi nggak kerja, (kerja) bangunan kadang ya kerja kalau ada, kalau nggak ada ya nggak kerja. Kalau bangunan sehari paling dapat seratus (ribu)," katanya.

Kondisi keluarga Fitriyah cukup memprihatinkan. Bersama kakaknya yang berusia 12 tahun, bocah lucu ini tinggal di rumah petak seluas 3x3 meter.

Sementara itu, Rosmiani, Ketua RT setempat mengatakan, pihaknya telah berulang kali berupaya agar warganya segera mendapat bantuan dari pemerintah kota.

Tak sekali Rosmiani berkonsultasi dengan lurah hingga camat setempat. Bulan lalu pun, ia menerima kunjungan dari kecamatan dan Dinas Sosial Surabaya terkait kasus Fitriyah.

Baca juga:
Nenek dari Bayi yang Tewas Membusuk Disebut Terima Ancaman Bila Beritahu Warga

"Tapi sampai detik ini setelah kunjungan satu bulan lebih dari Pak Camat, Dinsos nggak ada tindak lanjut lagi," ujar Rosmiani.

Saat ini yang dibutuhkan Fitriyah hanyalah asupan gizi cukup agar pertumbuhannya lekas membaik sehingga bisa segera menjalani operasi, sehingga bocah malang itu tak perlu lagi merasa kesakitan akibat hormon yang tidak stabil.

"Yang paling saya butuhkan itu sebenarnya itu gizi, itu menambah berat badan, jadi kalau berat badannya dengan usianya nggak seimbang, otomatis dokternya juga nggak berani untuk ngoperasi, memang persyaratannya harus begitu. Usianya sekarang dua tahun kurang dengan berat badan segitu ndak bisa. Jadi solusinya ya penambahan gizi, susu, obatnya jangan telat, sayur, itu harus itu. Nah kalau nggak punya dana ya ngikutin ibunya makannya seadanya," jelasnya.

"Jadi biar cepat operasi. Jadi ini jangan sampai ada keterlambatan pengobatan," tandas Bu Ros sapaan akrabnya.