Pixel Codejatimnow.com

Kisah Pria Tionghoa Mualaf Gegara Sering Dengar Lagu Wali Band (2)

Editor : REPUBLIKA.co.id  Reporter : REPUBLIKA.co.id
Stevanus Hanzen. (Foto via Republika)
Stevanus Hanzen. (Foto via Republika)

jatimnow.com - Kebiasaan Stevanus mengikuti majelis taklim di masjid raya dekat rumahnya terpaksa pupus. Sebab, orang tuanya tidak lagi bekerja di Jakarta, melainkan Bandung. Maka sekeluarga hijrah ke luar dari ibu kota RI tersebut.

Waktu itu, Stevanus baru saja lulus SMP. Sebenarnya, ia merasa agak sedih karena harus terpisah dari kawan-kawan Muslimnya, khususnya di Masjid JIC. Namun, ketertarikan hatinya pada Islam tidaklah sirna begitu saja.

Bahkan, remaja itu mengalami kejadian yang membuatnya kian merenung. Beberapa kali ia bermimpi didatangi pria yang berbaju gamis dan sorban. Sosok tersebut tidak memperkenalkan diri, hanya lewat dan memberikan sebuah mushaf Alquran kepadanya sebelum menghilang.

Penasaran dengan makna mimpinya, Stevanus pun bertanya kepada seorang pemuka agama di gereja tempatnya biasa beribadah tiap akhir pekan. Namun, yang ditanya hanya menyampaikan, mimpi adalah bunga tidur. Bahkan, katanya, dari sanalah kerap terjadi gangguan iblis.

Tidak puas akan penjelasan itu, Stevanus pun berusaha mendapatkan Alquran. Lantaran tidak bisa membaca tulisan Arab, ia memilih mushaf yang disertai terjemahan berbahasa Indonesia.

Kemudian, kitab suci tersebut dibandingkannya dengan kitab yang diyakini agamanya sendiri saat itu. Ia membuka terlebih dahulu kitab agamanya, non-Islam.

Pada suatu malam, Stevanus terkejut karena mendapati sebuah ayat yang mengabarkan keadaan Nabi Isa. Sang nabi dikisahkan memanggil Allah SWT karena meninggalkannya saat disalib.

Maka timbul pertanyaan dalam diri Stevanus.

Baca juga:
Kisah Mama Elly, Ibunda Crazy Rich Surabaya jadi Mualaf: Inilah Jalan Saya

"Saya bertanya, bahwa Isa wafat selama tiga hari kemudian bangkit. Lalu, sebagai Tuhan, dia bisa meninggal. Lantas selama tiga hari, bagaimana alam dunia ini bisa berjalan seperti biasa?" katanya mengenang momen itu.

Berhari-hari lamanya pertanyaan tersebut menggantung di benaknya. Namun, jawaban tak kunjung ditemukannya. Hingga kemudian, tibalah saat diri dan keluarganya pindah ke Bogor, Jawa Barat.

Kedua orang tua Stevanus telah menyarankannya untuk mendaftar ke sebuah SMK di Kota Hujan. Sebagai anak yang penurut, ia pun mematuhi mereka. Di sekolah tersebut, pemuda itu mulai beradaptasi.

Lama-kelamaan, penggemar musik Wali Band ini memiliki banyak teman. Tak disangkanya, kepala SMK itu adalah seorang tokoh agama Islam di lingkungan masyarakat. Sering dalam berbagai kesempatan, sang kepala sekolah menyampaikan petuah-petuah ke pada para murid. Nasihatnya selalu mengandung pesan keislaman.

Baca juga:
Kisah Martinus, Mualaf asal Tulungagung Latihan Puasa Sebelum Ramadan

Di sana, Stevanus aktif dalam organisasi siswa intrasekolah. Ia duduk sebagai koordinator bidang agama, posisi yang sebenarnya sering diisi murid Muslim. Dengan tugasnya itu, ia menjadi akrab dengan kelompok ekstrakurikuler rohis.

Dimulailah lagi babak dalam kehidupan Stevanus untuk lebih mengenal Islam. Murid-murid yang aktif di rohis juga gemar mendengarkan kajian keislaman. Ia pun, walau masih non-Muslim, sering ikut mereka dan bahkan berkenalan dengan sejumlah dai lokal. (bersambung)

Baca Artikel Asli

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama jatimnow.com dengan Republika.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Republika.co.id