Pixel Codejatimnow.com

Kasus Kredit Macet BPR Kota Kediri, Kejaksaan: Ada Pihak Lain yang Terlibat

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Yanuar Dedy
Kajari Kota Mojokerto Novika Muzairah Rauf bersama Kasi Pidsus, Nur Ngali (tengah) saat rilis di Kantor Kejari Kota Kediri. (Foto: Yanuar Dedy/jatimnow.com)
Kajari Kota Mojokerto Novika Muzairah Rauf bersama Kasi Pidsus, Nur Ngali (tengah) saat rilis di Kantor Kejari Kota Kediri. (Foto: Yanuar Dedy/jatimnow.com)

Kediri - Kejari Kota Kediri menyebut tersangka kasus kredit macet di Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kota Kediri, bisa bertambah. Sebelumnya, kejaksaan menetapkan 4 orang sebagai tersangka, yakni dua pegawai BPR account officer (AO) YS dan AM serta dua nasabah, ES dan CA.

Kasi Pidsus Kejari Kota Mojokerto, Nur Ngali mengatakan, potensi adanya tersangka lain dalam kasus ini sangat besar. Sebab, aturan penyaluran kredit BPR Kota Kediri tidak hanya melalui rekomendasi AO, tetapi juga dari persetujuan dewan pengawas.

"Perkara ini masih berkembang lagi. Kami yakin ada pihak lain yang terlibat," ujarnya di Kantor Kejari Kota Kediri, Jumat (22/7/2022).

Kasus penyimpangan penyaluran kredit BPR Kota Kediri di tahun 2016 ini membuat negara merugi hingga Rp1 miliar. Dalam praktiknya, tersangka CA meminjam uang sebesar Rp600 juta dan ES Rp400 juta melalui YS dan AM.

Dalam pengajuan itu, keduanya memalsukan data pribadi di mana disebut sebagai pemilik perusahaan, nyatanya hanya seorang sopir.

Baca juga:
Rugikan Negara Rp1,4 M, Pegawai Kemenag Kota Pasuruan Dijebloskan ke Penjara

Sedangkan YS dan AM, diduga meloloskan pengajuan kredit tanpa pengecekan lebih lanjut. Kuat dugaan, keempatnya bersekongkol dalam penyaluran kredit Rp1 miliar.

Setelah kredit cair, kedua debitur CA dan ES hanya melakukan 7 kali pembayaran angsuran. Selebihnya kredit diketahui macet.

Baca juga:
Kasus Kredit Macet PT BCM di Sidoarjo Naik Penyidikan, Begini Tanggapan BTN

Nur Ngali mengatakan, kedua debitur tidak mengantongi kemampuan bayar tetapi diloloskan. Nyatanya, sebagai sopir, debitur harus mengangsur sebesar Rp14-19 juta per bulan, padahal gajinya hanya Rp5 juta per bulan.

"Seharusnya minimal mereka memiliki penghasilan Rp25 juta untuk kebutuhan dan lain-lain," jelas Nur Ngali.