Tulungagung - Angka kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak di Kabupaten Tulungagung cenderung meningkat setiap tahun.
Hingga pertengahan tahun ini, polisi total menangani 51 kasus kekerasan perempuan dan anak. Jumlah ini sudah melebihi total angka kasus kekerasan yang ditangani selama tahun 2020 dan 2021.
Merespons kondisi ini, Polres Tulungagung membentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Kapolres Tulungagung, AKBP Eko Hartanto mengatakan Satgas ini terdiri dari beberapa stakeholder diantaranya Dinas Sosial, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, LBH Kartini dan Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif.
Salah satu tugas Satgas adalah melaksanakan sosialisasi di institusi pendidikan. Selain itu mereka juga mengampanyekan stop kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Satgas nantinya akan menggencarkan ajakan kepada masyarakat untuk bersama menentang terjadinya aksi pencabulan atau kekerasan terhadap perempuan dan anak baik melalui media cetak maupun media sosial," ujarnya, Senin (25/7/2022).
Tak hanya membentuk Satgas PPA, polisi juga menyiapkan hotline khusus untuk melaporkan kasus pencabulan terhadap anak sehingga dapat segera tertangani dengan cepat. Mereka nantinya juga akan menyiapkan healing untuk menghilangkan trauma kepada para korban pencabulan, dan membuka layanan konsultasi psikologi terhadap orang tuanya.
"Tentunya saya tidak bisa bekerja sendiri, maka nantinya saya akan berkoordinasi dengan Pemkab Tulungagung untuk dibuatkan satu tempat khusus seperti Safety House atau Trauma Healing Center," tuturnya.
Baca juga:
35 Kasus KDRT di Sidoarjo Terjadi dalam 6 Bulan, Apa saja Penyebabnya?
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Agung Kurnia Putra menerangkan dalam tahun 2020 yang lalu polisi menangani 45 kasus. Kemudiaan di tahun 2021 terdapat 46 kasus dan pada bulan Januari hingga Juli tahun ini sudah didapati 51 kasus.
Kasus yang ditangani terdiri dari persetubuhan anak-anak, pencabulan anak-anak, penganiayaan anak-anak, penelantaran anak-anak, pencabulan dewasa, perkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
"Tahun ini peningkatan terjadi pada kasus penganiayaan anak-anak yang melibatkan oknum perguruan silat, kemudian ada juga yang mendominasi yakni kasus KDRT dengan dua korban meninggal di tahun 2022 ini," jelasnya.
Baca juga:
4 Pemuda di Sampang Cabuli Anak di Bawah Umur, Berhasil Diringkus
Untuk penyelesaian kasus pencabulan yang melibatkan anak, sejauh ini belum ada yang selesai melalui proses diversi. Proses tersebut hanya diberikan untuk pelaku anak dalam tindak pidana seperti kekerasan, maupun pencurian.
"Diversi lebih diberikan kepada pelaku yang bukan residivis dan untuk kasus kasus kekerasan, pencurian seperti itu, kalau pencabulan belum ada sama sekali," pungkasnya.