Kediri - Makam KH Hamim Tohari Djazuli atau Gus Miek di Tambak, Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, tak pernah sepi peziarah. Mereka dari berbagai daerah datang silih berganti untuk memanjatkan doa di makam pencetus dan penyusun jemaah Dzikrul Ghofilin dan semaan Alquran yang dikenal sebagai Jantiko Mantab.
Gus Miek wafat pada 5 Juni 1993. Makam Hafidz tersebut bersanding dengan makam sang istri Nyai Lilik Suyati yang wafat pada 6 Oktober 2019. Makam dengan batu nisan hitam berkalung tasbih itu dikeliling pagar putih dengan balutan kain berenda dan bunga cantik di setiap sudutnya.
Di kompleks makam bergaya joglo itu juga bersemayam tokoh-tokoh Islam. Terpisah dengan makam Gus Miek, terdapat tiga makam kuno yang merupakan tokoh penyebar agama Islam dari Istanbul, Turki. Ketiganya, Syaikh Maulana Abdul Qodir Khoiri bin Ismail Al-Iskandariyah, Syaikh Maulana Abudllah Sholil Al-Istambuli dan Syaikh Maulana Muhammad Herman Arruman.
Ketiga tokoh tersebut dimakamkan dalam satu area dengan Mbah Ageng Makom Tigo Tambak. Beliau dipercaya sebagai sosok yang babat atau mengawali lahirnya Desa Ngadi. Makam tersebut diperkirakan lebih tua dari Wali Songo dan disejajarkan dengan Makam Mbah Mujadi Kubro dari Troloyo Mojokerto, salah seorang penyebar Agama Islam pertama kali di Tanah Jawa.
Jauh sebelum dibangun megah, Budayawan Kediri Imam Mubarok mengatakan, makam-makam tersebut pertama kali ditemukan Gus Miek bersama Kiai Fatah Tulungagung dan Mbah Mubatsir Mundir dari Bandar Kidul Kota Kediri.
“Beliau-beliau merupakan penyebar agama Islam di masanya,” kata Imam Mubarok, Selasa (26/7/2022).
Kompleks makam Auliya dan Gus Miek di Tambak tak pernah sepi dari para peziarah. Terutama di momentum Ramadan maupun saat Haul Gus Miek. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia bahkan luar negeri.
Gus Miek merupakan tokoh kharismatik yang lahir pada 17 Agustus 1940. Putra pasangan KH Ahmad Djazuli Usman dan Kyai Rodliyah, pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Mojo itu menguasai beberapa kitab.
Menurut Imam Mubarok, Gus Miek merupakan orang pilihan Allah untuk melakukan dakwah dengan caranya. Tidak seperti ulama dan kiai kebanyakan, dengan gayanya yang nyentrik Gus Miek turun langsung bahkan di tempat hiburan malam.
Baca juga:
Makam Ulama di Probolinggo yang Jadi Jujukan Peziarah Jelang Ramadan
“(Tentang Gus Miek) saya tidak bisa berkata-kata, yang jelas beliau orang pilihan Allah untuk melakukan dakwah dengan caranya. Tidak seperti yang dilakukan ulama dan kiai kebanyakan. Dia turun langsung,” terang Imam Mubarok.
Imam Mubarok paham betul soal sosok Gus Miek, yang juga pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri itu. Ayahnya merupakan murid sekaligus sahabat Gus Miek yang juga dimakamkan di kompleks pemakaman tersebut.
“Abah saya murid beliau, berkawan dengan beliau sejak tahun 70an. Sebagai sahabat sebagai murid maka dimakamkan di sana,” tambah budayawan sekaligus Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri itu.
Gus Miek, lanjut Imam Mubarok, diyakini sebagai kiai dengan karomah wali. Sebagai kekasih Allah, Gus Miek punya banyak kelebihan di luar nalar. Dalam berbagai literasi, karomah Gus Miek cukup beragam. Salat di atas daun pisang hingga tenggelam ke sungai saat memancing dan bertemu Nabi Khidir.
Selain itu, banyak pesan-pesan Gus Miek yang masih diingat Imam Mubarok. Di antaranya Sing penting emot dateng gusti Allah (yang penting yakin kepada Allah), Mboten rumaos langkung suci ketimbang liyane (tidak merasa lebih suci daripada yang lain), Mboten sempat nglirik maksiate liyan (tidak melihat maksiat orang lain), Kaleh sinten-sinten gadah manah sing sae (dengan siapa pun memiliki prasangka yang baik).
Baca juga:
3 Rekomendasi Wisata Religi di Sumenep, Bisa untuk Ngabuburit
“Ada juga begini salah satu dawuh beliau, pilih salah satu dari tiga nasib, bahagia di dunia akhirat, bahagia salah satunya, atau hancur keduanya. Maka pilih dan berjuang lah. Itu juga saya ingat betul,” tambahnya.
Sementara hingga saat ini, jemaah Dzikrul Ghofilin dan semaan Alquran yang dikenal sebagai Jantiko Mantab yang digagas Gus Miek masih lestari. Kini jemaah itu lebih dikenal dengan Moloekatan. 12 Juli 2022, acara itu memasuki tahun ke-30. Ribuan jemaah dari berbagai daerah di Indonesia tumplek blek di sepanjang jalan kawasan Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo tersebut.
“Dakwah beliau tentang Dzikrul Ghofilin dan semaan Jantiko Mantab sudah mendarah daging, dan diteruskan putra-putra beliau. Pesannya begini, paham atau tidak yang penting sampean datang ke acara semaan karena datang saja besar pahalanya. Ini tentang mengingat orang yang lupa,” tutup Imam.