Pixel Codejatimnow.com

Diduga Berdiri di LP2B, Yayasan Amanatul Ummah dan Wabup Mojokerto Digugat

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Achmad Supriyadi
Sidang gugatan kepada Yayasan Amanatul Ummah dan Wabup Mojokerto Muhammad Al Barra sebelum ditunda. (Foto: Herman for jatimnow.com)
Sidang gugatan kepada Yayasan Amanatul Ummah dan Wabup Mojokerto Muhammad Al Barra sebelum ditunda. (Foto: Herman for jatimnow.com)

Mojokerto - DPD Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (LP2KP) Mojokerto menggugat Yayasan Pesantren Amanatul Ummah karena diduga mendirikan bangunan di atas lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B).

LP2KP juga menggugat Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra, Kepala Badan Pertanahan Nasional/ATR Kabupaten Mojokerto, Kepala Seksi Pendaftaran Hak atas tanah kantor BPN Kabupaten Mojokerto, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mojokerto, Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Mojokerto.

Selain itu ada juga Camat Pacet, Kepala Desa Kembangbelor, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Pacet, Notaris Ariyani, Kepala Diskominfo Kabupaten Mojokerto dan Kepala DPMPTSP Kabupaten Mojokerto.

DPD LP2KP melayangkan gugatan dengan total denda Rp8 miliar ke para penggugat pada 29 Agustus 2022. Namun, sidang yang dijaga pihak kepolisian di Pengadilan Negeri Kabupaten Mojokerto ini ditunda.

Kasi Intelejen dan Investigasi DPD LP2KP Kabupaten Mojokerto, Surya mengatakan, pendirian Yayasan Amanatul Ummah berada di lahan LP2B.

Baca juga:
Momen KH Asep Saifuddin Chalim Doakan Prabowo Jadi Presiden

"Karena ini belum menyentuh materi pokok perkara, tentang lahan LP2B yang jelas itu. Di situ lahan LP2B yang ditempati Yayasan Amanatul Ummah. (Turut tergugat) artinya di sini yang mengontrol adalah pemerintah karena yang menetapkan adalah pemerintah," kata Surya, Senin (12/9/2022).

Ia menambahkan, belum bisa memastikan apa ada pihak yang berkonspirasi antara Yayasan Amanatul Ummah dengan instansi pemerintah terkait yang juga digugat.

Baca juga:
Diduga Berdiri di LP2B Mojokerto, Ini Penjelasan Yayasan Amanatul Ummah

"Saya tidak berani ngomong ada kongkalikong, tapi yang jelas di sini ada pelanggaran. Sehingga kami memutuskan menempuh upaya hukum. Statusnya masih LPDB di situ, tapi sudah didirikan pondok," bebernya.

"Karena di undang-undang sudah dijelaskan harus bayar berapa dendanya. Memang betul (Rp8 miliar) nanti kita lihat sesuai dengan petitum saja. Apa yang ada di dalam petitum itulah yang memang menjadi fakta hukum," pungkasnya.