Pixel Codejatimnow.com

Gugat Risma Rp 270 Miliar, Pokemon: Kami Warga Dolly

 Reporter : Erwin Yohanes
Gang Dolly
Gang Dolly

jatimnow.com - Gugatan class action ke Pemkot Surabaya dan Satpol PP dilayangkan Komunitas Pemuda Independen (KOPI) dan Front Pekerja Lokalisasi (FPL). 

Mereka yang mengklaim mewakili warga Dolly dan Jarak di Putat Jaya, Kecamatan Sawahan mengajukan gugatan lebih Rp 270 Miliar.

Class action itu ditujukan untuk Wali Kota Tri Rismaharini dan Kasatpol PP Surabaya Irvan Widyanto.

"Awalnya Polrestabes Surabaya juga. Pada gugatan pertama kita cabut, karena ada itikad baik untuk mediasi," kata S A Saputro atau Pokemon, Sentral Informasi KOP dan FPL kepada jatimnow.com, Jumat (31/8/2018).

Angka itu berdasarkan penghasilan warga yang hilang akibat penutupan lokalisasi pada Juni 2014. Mereka terdiri dari perwakilan pedagang kaki lima, juru parkir, SPG, pekerja operatordan lain-lainnya. Semuanya, kata Pokemon, ada 150 orang.

Baca juga:
DPRD Surabaya Usulkan Keterlibatan Milenial dalam Pengembangan Industri Kreatif Dolly



Pemkot Surabaya dituding telah melakukan perampasan hak ekonomi dengan cara penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak tanpa ada persiapan dan konsep peralihan sumber kehidupan. Masyarakat disebut telah kehilangan mata pencaharian atau menurunnya penghasilan.

Menurut Pokemon, janji Pemkot Surabaya untuk segera melakukan pemulihan ekonomi serta mengembangkan sumber ekonomi baru telah gagal dilaksanakan dan hanya membuang-buang anggaran, karena tidak terkonsep dan tidak sistematis.

"Hak sumber ekonomi mulai 2014, tiap pekerja atau warga beda-beda. Kami bukan ingin membuka prostitusi. Semua itu jika dijumlah lebih Rp 270 Miliar," tegas Pokemon.

Pokemon menegaskan bahwa class action yang dilayangkan itu tidak ada tuntutan untuk membuka rumah musik atau prostitusi. Sebaliknya, ia mencontohkan rumah musik di Kedungdoro yang dibiarkan, tidak dirazia.



"Tidak ada kami membuka rumah musik, silahkan Dolly ditutup tapi ganti rugi dibayar. Yang di Kedungdoro kok dibiarkan," tegas Pokemon.

Ia menyesalkan jika isu tuntuan ganti rugi tersebut dibelokkan jauh dari pokok permasalahannya.

"Katanya mau buka lokalisasi, agama dan lain lain," kata Pokemon.

Bahkan isu lain yang dihembuskan bahwa warga yang menggugat tersebut adalah disebut bukan warga Putat Jaya. Ia balik menantang pembuktian jiwa yang class action tidak berKTP lokal.

"Itu warga (yang menuduh) yang dipelihara oleh pemkot dan diperkaya sendiri. Jadi mereka orang bayaran yang sengaja dibenturkan dengan kita atau politik adu domba," terang Pokemon.

Ia menyerang Pemkot Surabaya dengan tudingan semua yang dilakukan di Dolly tidak serius.

"Mereka yang menolak indikasinya diberi pekerjaan linmas atau kedudukan di dinas-dinas serta diberi program abal-abal, misal pabrik sepatu, batik padahal tidak ada produksi," tudingnya.

"Ada produksi jika ada kunjungan pemerintah, kemudian tiga hari kemudian tidak ada produksi lagi jadi hanya klaim. Kalau ada pabrik ada berapa ribu karyawan di Dolly," tambahnya.

Ia menuntut hakim di Pengadilan Negeri Surabaya untuk tetap profesional dan obyektif.

Reporter/Editor: Erwin Yohanes

Baca juga:
Kembangkan Literasi, PCU Gelar Pengabdian Masyarakat di Taman Bacaan Gang Dolly