Pixel Codejatimnow.com

Sidang Perdana Penganiayaan Santri di Kediri, Pengacara: Beberapa Dakwaan Tak Sesuai

Editor : Yanuar D  
Sidang perdana penganiayaan santri di Kediri. (Foto: Yanuar Dedy/jatimnow.com)
Sidang perdana penganiayaan santri di Kediri. (Foto: Yanuar Dedy/jatimnow.com)

jatimnow.com - Dua terdakwa penganiayaan terhadap santri asal Banyuwangi, Bintang Balqis Maulana (14) yang tewas di Pondok Pesantren Tartil Qur’an (PPTQ) Al Hanifiyyah, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, mulai menjalani sidang di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Senin (18/3/2024).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri, Aji Rahmadi menyebut, agenda sidang perdana ini adalah pembacaan dakwaan terhadap pelaku di bawah umur, AK (17) asal Surabaya dan AF (16) saudara korban dari Bali. Langsung dilanjut dengan pemeriksaan saksi, pada Selasa (19/3/2024) besok.

“Jadi hari ini kita sidang pembacaan dakwaan, pasalnya seperti kemarin di penyidik, anak (pelaku) tidak keberatan begitu juga dengan penasihat hukum, sehingga kita langsung pembuktian, pemeriksaan saksi jam 10 besok,” kata Aji, Senin (18/3/2024).

Jaksa akan memanggil lima saksi dari ibu korban dan teman korban maupun pelaku yang menyaksikan saat kejadian penganiayaan itu.

“Kita pilih dulu dan langsung panggilan hari ini,” tegasnya.

Sementara itu Ketua Tim Penasihat Hukum terdakwa, Muhammad Ulinuha menyebut, ada beberapa perbedaan antara dakwaan dengan fakta rekonstruksi polisi. Di antaranya tindakan pelaku terhadap korban hari itu.

“Misalnya ada bahasa (pelaku) membanting (korban), faktanya direkonstruksi tidak ada, tindakannya adalah menjegal. Lalu pernyataan (pelaku) menjatuhkan dua kali (korban), tidak begitu. Menurut dua pelaku itu ketika anak korban lemas dibopong, ketika korban dibopong merusut jatuh. Kayak gitu kan perlu melihat fakta persidangan saksi-saksi bener atau tidak,” bebernya.

Baca juga:
Santri Tewas karena Penganiayaan, Pondok Gontor: Ini Proses Perbaikan

Untuk meluruskan dakwaan, lanjutnya, pengacara akan menyiapkan hingga lima saksi yang meringankan pelaku.

“JPU bilang punya 12 saksi, kita ada empat sampai lima saksi yang meringankan, yang melihat korban pulang dari rumah sakit, melihat korban pulang ke Banyuwangi, saksi dari pondok pesantren, yang memandikan jenazah, dan santri juga ada,” terangnya.

Sementara untuk dua pelaku lain yang sudah berusia dewasa, MN (18) warga Sidoarjo dan MA (18) asal Nganjuk berkasnya belum dilimpahkan polisi ke kejaksaan.

“Kami akan koordinasi dengan penyidik polisi untuk percepatan, beriringan, biar tidak bolak-balik,” ucap Ulin yang dibackup 9 orang tim.

Baca juga:
Rekonstruksi Penganiayaan Santri Pondok Gontor, Korban Meninggal di Becak

Sejauh ini, kondisi para terdakwa sehat, mereka terus mengaku menyesal atas perbuatannya. Ulinuha memastikan, tidak ada niatan pelaku menghabisi nyawa korban, selain hanya berniat mendisplinkan sesuai aturan pondok pesantren.

“Saya yakinkan pada masyarakat umum tidak ada niat sampai menyebabkan kematian bagi korban. Takdir Allah. Apapun itu, ini perbuatan tragedi kemanusian di pesantren. Dan mudah-mudahan jadi pembelajaran kita semua. Saya yakinkan pelaku satu sampai empat gak ada sama sekai keinginan niat atau dendam sebelum-sebelumnya. Nawaitunya hanya mencoba mendisiplinkan, itu pun bagian peraturan pesantren,” pungkasnya.

Untuk diketahui, para pelaku dalam kasus ini disangkakan pasal 80 KUHP, 340 KUHP, 170 dan 351 KUHP. Bahwa terhadap ancaman Pidana Terhadap Anak, berdasarkan UU RI Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 81 Ayat (6) pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.