Pixel Code jatimnow.com

Putusan MK Dinilai Tak Pengaruhi Peta Politik di Sidoarjo

Editor : Endang Pergiwati   Reporter : Ahaddiini HM
Pengamat Politik Sidoarjo, Nanang Haromain. (Foto: Ahaddiini HM/jatimnow.com).
Pengamat Politik Sidoarjo, Nanang Haromain. (Foto: Ahaddiini HM/jatimnow.com).

jatimnow.com - Sebagian masyarakat di berbagai wilayah mengecam tindakan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menyetujui RUU Pilkada dan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pemilihan.

Pengamat politik Sidoarjo, Nanang Haromain menilai, meskipun ada angin segar tentang putusan MK dalam memberi kelonggaran ambang batas (threshold) tidak akan berdampak pada perubahan secara signifikan terhadap potensi pasangan calon Pilkada Sidoarjo 2024.

"Sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada, meskipun ada angin segar tentang putusan MK dalam memberi kelonggaran ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD mengenai threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai tidak akan mengalami perubahan faktor potensi Pilbup Sidoarjo nantinya," ucapnya kepada jatimnow.com, Kamis (22/8/2024).

Ia melanjutkan, adanya hal tersebut bisa jadi hanya maksimal 3 paslon saja yang dapat maju untuk Pilkada Sidoarjo 2024.

"Dengan adanya putusan MK ini, bisa jadi ada 3 partai di Sidoarjo bisa mengusung calon sendiri, yaitu PKB, PDIP dan Gerindra. Sementara parpol lain bisa melakukan koalisi kalau mau maju termasuk parpol non parlemen juga bisa punya ruang mengajukan paslon sesuai syarat dan ketentuan yang telah terpenuhi," jelasnya.

Nanang yang juga sebagai Direktur Media Survei Indonesia (MSI) melanjutkan putusan MK ini terlalu singkat jika disandingkan dengan jadwal pendaftaran Pilkada.

Baca juga:
FOTO: Aksi Surabaya Kawal Putusan MK di Tugu Pahlawan

"Keputusan ini terlalu mepet dengan jadwal pendaftaran Pilkada. Selain itu, Pilkada tahun 2024 ini juga dibayang-bayangi oleh biaya politik yang mahal. Sementara Pilkada itu event raksasa, yang membutuhkan logistik dan SDM yang besar, terlebih tidak semua calon mampu dengan waktu yang singkat untuk mempersiapkan diri," jelasnya.

Nanang menyebut faktor lainnya adalah karena masih dominannya posisi ketua umum di suatu parpol.

"Lainnya karena adanya dominasi serta sentralisasi pencalonan dan pemberian otoritas penuh kepada ketua umum partai untuk membuat keputusan sehingga membuat daerah tidak banyak ruang melakukan langkah-langkah politik," imbuhnya.

Baca juga:
Massa Gelar Demo Kawal Putusan MK di Surabaya, Ini 3 Tuntutannya

Meski begitu, sisi positif menurut pandangan Nanang, putusan MK ini memupus peluang calon tunggal.

"Sisi positif dari putusan MK ini memupus adanya calon tunggal atau bumbung kosong, juga memberi ruang masyarakat untuk mempunyai banyak pilihan dalam memilih bupati yang terbaik bagi Sidoarjo di periode mendatang," pungkasnya.