Pixel Code jatimnow.com

Lala dari Manggarai Barat Raih KIPK di Unusa

Editor : Ni'am Kurniawan   Reporter : Ali Masduki
Maria Goreti Laura Saina, mahasiswa baru Unusa. (Foto: Humas Unusa)
Maria Goreti Laura Saina, mahasiswa baru Unusa. (Foto: Humas Unusa)

jatimnow.com - Di balik senyum hangat dan tatapan penuh harap di kampus Universitas Nahdlatul Ulama (Unusa), tersimpan kisah perjuangan yang tak terlupakan. Maria Goreti Laura Saina, yang akrab dipanggil Lala, bukan sekadar mahasiswa baru angkatan 2025. Ia adalah bukti nyata bahwa tidak ada batas bagi yang berkarya, berdoa, dan berkemauan.

Lala, gadis asal Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, kini resmi menjadi mahasiswa Program Studi Gizi Unusa melalui beasiswa KIPK (Kartu Indonesia Pintar Kuliah).

Namun di balik keberhasilan itu, ada petualangan panjang – berjalan kaki 30 menit setiap pagi, tinggal bersama keluarga jauh, dan tekad yang tak pernah padam meski dihadapkan pada cibiran dan kegagalan.

Lala lahir dari keluarga petani. Ayahnya bekerja serabutan, ibunya menata rumah tangga yang tak punya banyak bantuan. Penghasilan keluarga tak lebih dari Rp500.000 per bulan.

Tapi, dari kecil, Lala sudah dididik oleh orang tuanya bahwa pendidikan adalah jembatan terakhir menuju masa depan yang lebih baik.

“Motivasi terbesar saya adalah bapak dan mamak. Mereka dari keluarga kurang mampu, bahkan hanya lulusan SD, tapi mereka nggak nyerah untuk pendidikan anak-anaknya. Termasuk menyekolahkan saya biar bisa jadi sarjana pertama di keluarga,” ujar Lala, dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di kantornya di Unusa.

Sejak SMP, Lala harus tinggal di Labuan Bajo – jaraknya sekitar 30 menit jalan kaki. Tidak ada uang transportasi, hanya kemauan.

“Waktu sekolah di Bajo, saya ikut tinggal dengan saudara. Kalau berangkat ya jalan kaki, karena jaraknya cukup jauh, kalau jalan sekitar 30 menit,” kenangnya sambil tertawa kecil.

Pernah bermimpi jadi dokter? Ya, itu dulu. Di usia SMP, Lala berjanji pada dirinya sendiri: “Aku akan jadi dokter, untuk menyembuhkan orang-orang di kampungku,” ucap dia.

Baca juga:
Rekor! Unusa Kukuhkan 4.875 Mahasiswa Baru

Namun, realitas berbeda. Saat mencoba jalur SNBP di kelas 3 SMA, Lala gagal. “Dah sempat menyerah,” aku Lala, jujur. Ia lalu mencari tahu pilihan lain – hingga menemukan bahwa biaya kuliah farmasi sangat tinggi. Muncul rasa ragu. Tapi, keterpurukan tak berlangsung lama.

Dari kabar kakaknya, Lala mendengar Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menyediakan beasiswa KIPK. Meski sempat ragu karena kampus ini mayoritas mahasiswa muslim, ia tetap yakin: “Ini kesempatan, aku harus coba.”

“Beberapa orang yang tahu saya mendaftar di Unusa sempat bilang kalau tidak akan diterima kan di sana banyak yang muslim. Tapi itu semua akhirnya membuktikan saya bisa jadi mahasiswa di Unusa,” cerita Lala tersenyum.

Awalnya, Lala ingin masuk jurusan keperawatan dan kebidanan. Tapi, persyaratan tinggi badannya menolak. Ia sempat kecewa. “Ya sempat sedih karena tidak sesuai apa yang diinginkan, awalnya dokter, lalu apoteker, lalu daftar di bidan dan perawat juga ditolak,” ujarnya.

Tapi di saat-saat lemah, sang ayah berkata: “Kamu mau belajar buat kesehatan, Gizi juga bagus. Kita bisa cari yang bisa dijalani.”

Baca juga:
Inspiratif! Rektor Unusa Kunjungi Mahasiswa Penerima Beasiswa KIPK

Dengan hati yang bergetar, Lala mendaftar di Program Studi Gizi Unusa. Dan… keajaiban terjadi. Ia diterima.

“Akhirnya bisa keterima di Unusa dengan KIPK. Saya bersyukur banget. Tidak menyerah, dan doa orang tua selalu jadi bahan bakar.”

Kini, Lala bukan cuma anak dari petani. Ia menjadi simbol kebanggaan bagi keluarganya – pertama kalinya dalam sejarah, ada sarjana dari keluarganya. Ia ingin menyekolahkan adik-adiknya, membantu ibu menata usaha kecil, dan membangun kampung.

“Tetap semangat, gunakan bantuan yang diterima sebaik mungkin untuk meraih cita-cita, entah itu dari orang tua juga, karena kita tidak tahu bagaimana orang tua kita berjuang untuk pendidikan kita,” pesannya yang penuh haru.