Pixel Codejatimnow.com

Praperadilan SMA SPI, Saksi Ahli dari Polda Jatim Bicara Soal Barang Bukti

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Zain Ahmad
Sidang lanjutan praperadilan kasus dugaan kekerasan seksual di SMA SPI Kota Batu di PN Surabaya
Sidang lanjutan praperadilan kasus dugaan kekerasan seksual di SMA SPI Kota Batu di PN Surabaya

Surabaya - Sidang praperadilan kasus dugaan kekerasan seksual dengan tersangka JE, pemilik SMA SPI Kota Batu kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (21/1/22).

Dalam sidang kelima ini, Tim Bidkum Polda Jatim menghadirkan Guru Besar Hukum Administrasi Fakuktas Hukum (FH) Ubhara Surabaya, Prof. Sadjijono. Purnawirawan polisi ini dihadirkan sebagai saksi ahli untuk dimintai pendapat berdasarkan ke ilmuannya.

Sadjijono menjelaskan, sesuai Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tentang syarat sahnya suatu barang bukti, kemudian berkembang dalam Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014 tentang objek praperadilan yang diperluas, maka barang bukti ditingkat penyidikan bukan merupakan bukti yang sah, melainkan disebut barang bukti atau petunjuk dalam pandangan subjektif penyidik.

"Berarti bukti di tingkat penyidikan itu tidak akan pernah bisa dinyatakan sah. Ini putusan MK final dan mengikat," jelas Prof. Sadjijono di hadapan hakim tunggal Martin Ginting.

Menurutnya, sah atau tidaknya barang bukti, tidak ditentukan oleh penyidik melainkan ranah kewenangan hakim.

"Tidak semua barang bukti yang dibawa penyidik itu bisa dijadikan bukti (sah). Dan (barang bukti) itu bisa dikesampingkan oleh hakim," jelas dia.

Prof. Sadjijono menambahkan, barang bukti ataupun penyitaan bisa dikatakan sah apabila telah mendapat penetapan dari hakim secara formal.

"Setelah ditetapkan secara formal, barang bukti akan menjadi bukti (sah). Ketika telah dilakukan penyitaan dan proses hukum sesuai dengan KUHAP, kalau tidak seperti itu tidak dapat dikatakan sebagai bukti (sah)," tegasnya.

Dia menambahkan, kewenanagan hakim dalam menentukan sah atau tidaknya barang bukti itu setelah termuat dalam Pasal 184, Pasal 186, juga Pasal 189 KUHAP.

Baca juga:
KPAI di Lamongan Desak Pemenuhan Rehabilitas Psikologis Korban Kekerasan Seksual

Selain itu, barang bukti harus memenuhi beberapa syarat baik secara kualitas maupun kuantitas.

Secara kualitas, lanjut Prof. Sadjijono, barang bukti yang diklaim penyidik secara subjektif harus memiliki relevansi dengan peristiwa hukum yang sedang diperiksa.

"Suatu barang bukti tapi tidak ada relevansinya dengan peristiwa yang terjadi ini tidak memiliki kualitas," paparnya.

Diketahui dalam perkara ini, JE yang merupakan pendiri SMA SPI melayangkan gugatan praperadilan kepada Polda Jatim untuk mentukan status hukumnya yang masih terkatung-katung.

Baca juga:
Tahun 2023, Angka Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan di Lamongan Menurun

JE ditetapkan tersangka oleh Penyidik Polda Jatim atas tuduhan pencabulan terhadap SDS (28), alumni sekaligus pegawai di yayasan Sekolah SPI Kota Batu.

Pada 16 September 2021, berkas pemeriksaan JE oleh penyidik dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi Jatim. Akan tetapi, pada 23 September 2021, berkas dikembalikan lagi ke penyidik karena dinyatakan jaksa belum memenuhi pasal sangkaan.

Berkas kedua kembali diterima pihak kejaksaan untuk diteliti pada tanggal 3 Desember 2021. Namun setelah diteliti kembali masih ditemukan sejumlah petunjuk yang belum dipenuhi oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.

Karena dua kali berkas dikembalikan oleh Jaksa, JE kemudian mengajukan upaya hukum praperadilan yang dimaksudkan untuk memperjelas status hukum yang saat ini masih terkatung-katung.