Pixel Codejatimnow.com

Digugat soal IPL Oleh Developer, Begini Upaya Warga Perumahan Darmohill Surabaya

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Zain Ahmad
Mediasi warga dengan developer di kantor marketing Perumahan Darmohill, Surabaya (Foto: dok jatimnow.com)
Mediasi warga dengan developer di kantor marketing Perumahan Darmohill, Surabaya (Foto: dok jatimnow.com)

Surabaya - Developer Perumahan Darmohill Surabaya menggugat ketua rukun tetangga (RT), wakil ketua RT hingga pengurus soal Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL) Rp10 miliar, yang kini diketahui IPL itu telah dikelola RT.

Kasus sudah masuk ke meja hijau dan rencananya disidangkan pada Senin depan.

Terkait ini, pihak RT dan pengurus melalui kuasa hukumnya, Anselmus Raga Milo menggunggat balik developer bernama Prasetya Kartika, PT. Dharma Bhakti Adijaya.

"Gugatan penggugat ini kurang pihak-pihak yang harus digugat (Plurium Litis Consortium). Padahal sebanyak 179 kepala keluarga (KK) melalui surat persetujuan tertanggal 25 November 2021, menyetujui supaya pengelolaan kebersihan dan keamanan dikelola sendiri oleh RT, RW Darmohill," jelas Anselmus, Jumat (23/9/2022).

Menurut dia, semua KK yang menempati Perumahan Darmohill telah menyetujui dibentuknya RT dan RW, menyusul tidak tanggunggjawabnya developer soal pelayanan yang kurang baik. Mulai dari iuran hingga kebersihan.

Ini terlepas dari 13 rumah yang tidak berpenghuni, sehingga tidak ikut memberi persetujuan pengelolaan lingkungan dan kebersihan oleh RT 04-RW 05 Darmohill, Kelurahan Dukuh Pakis, Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya.

"Berdasarkan keinginan dan kemauan warga RT.04-RW.05 Darmohill, membayar iuran pengelolaan lingkungan (IPL) kemudian kepada pengurus RT, RW. Ini bukan keinginan atau paksaan dari pengurus RT, RW. Namun murni perjanjian bersama, buntut dari kekecewaan warga Darmohill kepada developer," ungkap Anselmus.

Diketahui, sebelum developer melakukan gugatan terhadap pengurus RT, puluhan warga Darmohill Surabaya, telah menggeruduk kantor developer pada Senin (20/6/2022) lalu.

Mereka menuntut agar developer melakukan pembersihan di lingkungan perumahan hingga mengembalikan fungsi fasilitas umum (fasum), lantaran tidak sesuai dengan harapan warga.

"Masalah fasum, PSU (Pra-Sarana, Sarana dan Utilitas Umum) yang kita bicarakan itu, sama kebersihan, itu sangat-sangat kurang. Kita itu tinggal di perumahan, tapi kayak tinggal di tempat kumuh. Sampah diambil, istilahnya kalau kita itu, untuk di tanah kosong itu sampah berserakan di mana-mana," kata Ketua RT 04, RW 05, Toni Sutikno.

Sutikno bersama puluhan warga mengaku kecewa karena developer tidak menjalankan tanggung jawab melakukan pembersihan di area perumahan. Sehingga, terkesan kumuh, sampai-sampai mereka meminta kepada Wakil Wali Kota Surabaya Armuji untuk membantu mediasi dengan developer.

Baca juga:
Jual Perumahan Bodong, Direktur PT Armandita Jaya Perkasa Dibekuk Polisi

"Kita sudah bayar IPL (Iuran Pengelolaan Lingkungan), sudah bertahun-tahun kita bayar dan laporannya itupun tidak pernah transparan. Kurang lebih Rp300 sampai 800 ribu per bulan tergantung luas rumahnya," jelasnya.

Hingga akhirnya, lanjut Sutikno, warga berinisiatif menyewa tenaga kebersihan secara mandiri sejak April 2022, agar lingkungan mereka lebih bersih.

Sejak inisiatif itu muncul, konflik antara developer dengan warga semakin meruncing. Hingga puncaknya, pihak developer melarang aktivitas pembersihan diiringi dengan somasi kepada warganya.

"Mulai April 2022 warga melakukan pengelolaan secara mandiri, supaya kita kebersihan ini mandiri. Tapi mau melakukan malah dihalangi sama developer. Dan sekarang kita lagi dituntut perdata sama developer. Untuk angkut sampah, kita nggak boleh masuk. Dengan alasannya developer yang bersihkan, tapi kenyataannya developer tidak membersihkan," tandasnya.

Sebelumnya juga, setelah diprotes warga, pihak developer melalui Manajer Operasional Perumahan Darmohill, Aditya Parahma telah angkat bicara. Kepada awak media, pihaknya mengaku selama ini telah melakukan kewajiban-kewajiban sebagai developer untuk melakukan tuntutan yang dilayangkan warga.

Baca juga:
Bisnis Properti Lesu, Kahuripan Nirwana Sidoarjo Tambah Koleksi Hunian Tipe Baru

"Yang vokal-vokal itu tidak pernah membayar IPL, yang jadi masalah itu. Kita dituntut untuk meningkatkan layanan. Nah mereka tidak memenuhi IPL, gimana caranya? Di sini kita juga ada kekurangan. Nah seperti itu kan seharusnya disampaikan ke kita, jadi tidak ada tendensi-tendensi seperti itu," papar Aditya.

Terkait penyerahan fasum yang dituduhkan sebagai kawasan kumuh di dalam perumahan, Aditya memilih tidak berkomentar. Namun, dirinya telah berupaya berkomunikasi dengan pemkot untuk mengembalikan pengelolaannya kepada negara.

"Kalau ngomong soal penyerahan itu nanti pihak legal. Cuman sepengetahuan kita, sudah komunikasi dengan (Dinas) Cipta Karya. Kita juga sudah beberapa kali rapat, prosedur kita ingin untuk menyerahkan. Namun proseduralnya ini butuh waktu, dari pemerintahannya juga butuh waktu entah berapa lamanya kalau nggak ada kendala ya secepatnya," jelasnya.

Pihaknya juga menyesalkan aksi warga yang main hakim sendiri tanpa melakukan komunikasi lebih dahulu dengan pengelola. Malah, dirinya mengklaim jika hal-hal yang dituduhkan kepadanya bisa ia jawab dengan tegas, jika ada warga yang sampai tujuh tahun tak membayar IPL sama sekali.

"Sebenarnya tinggal developer dan warga jadi semuanya tinggal koordinasi yang baik antara warga dan developer. Kita sebagai pengelola mencoba untuk membangun komunikasi," pungkasnya.