jatimnow.com - Akun Instagram dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Politeknik Kota Malang (Poltekom) memposting aksi pemasangan beberapa spanduk kritikan di depan pintu masuk kampus. Para mahasiswa mendesak pihak yayasan kampus untuk bertanggung jawab.
Postingan itu dilihat oleh akun Instagram resmi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, dan jurnalis Najwa Shihab. Namun, Presiden BEM Poltekom, Mahbub Ubaidillah menyayangkan tidak adanya respons dari Mendikbud terkait hal itu.
"Postingan kami juga dilihat oleh Instagram dari Pak Menteri, dilihat tapi kok enggak direspons," kata Abdillah sapaan akrabnya pada Senin (20/11/2023).
Sebelumnya, mahasiswa Poltekom memasang beberapa spanduk kritikan di depan pintu masuk kampus yang berada di Jalan Raya Tlogowaru 3 Kota Malang, Jawa Timur.
Para mahasiswa mendesak pihak yayasan kampus untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kampus yang terbengkalai, dan diduga tidak menggaji dosen yang ada selama tiga tahun terakhir.
Spanduk tersebut ada yang bertuliskan 'Katanya Kota Pendidikan Tapi Kampus Kami Hancur Kok ? Di Biarkan', 'Hak Dosen Aja Gak Terpenuhi Apalagi Hak Mahasiswa', 'Terlalu Sibuk Berpolitik, Sampai Lupa Ngurusi Politeknik #Save Poltekom' dan lainnya.
Baca juga:
Pj Iwan Kurniawan Apresiasi Seluruh Pihak Dukung Malang jadi Kota Kreatif Dunia
Memasuki ke dalam kampus, terlihat aktivitas perkuliahan tidak ada sama sekali. Ruang-ruang perkuliahan nampak kosong. Kondisi fisik bangunan nyaris seperti terbengkalai. Seperti, kanopi atau atap tengah antara dua gedung jebol. Beberapa titik lantai dan plafon juga rusak.
Meski dalam kondisi seperti itu, anehnya pembayaran uang semester yang dibebankan kepada seluruh mahasiswa tetap berjalan dengan rekening atas nama Politeknik Kota Malang. Uang semester yang harus dibayarkan oleh setiap mahasiswa mulai dari Rp 3 juta - Rp 7 juta.
"Memahami kondisi kampus seperti ini, kami juga bingung akan tetap membayar SPP (uang semester), atau tidak untuk selanjutnya," katanya.
Saat ini pun, aktivitas perkuliahan sudah jarang dilakukan lagi sejak akhir Desember 2022 lalu.
Baca juga:
Aktivis di Kota Malang Desak Pemkot Beri Perhatian Penyandang Autis
"Dosen merangkap, banyak mata kuliah, jadi kurang efektif. Setelah itu dosen kami mulai banyak keluar. Disitu kami merasa sedih sekali keadaan kampus seperti ini," katanya.
Selain itu, keluarnya para dosen diduga karena tidak menerima upah selama tiga tahun terakhir. Sehingga, para mahasiswa berinisiatif memasang spanduk-spanduk tersebut dan dibagikan ke media sosial.
"Kami tanya langsung (ke dosen), diberitahu kalau dosen-dosen kita enggak digaji, sehingga keluar, dari 2019-2023, enggak digaji tiga tahun. Dosen kami bilang, yang punya power mahasiswa untuk menyuarakan," katanya.