jatimnow.com - Siswoyo (66) tampak semangat mengajar tari reyog kendang di halaman rumahnya yang berada di Desa Gendingan, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung. Tempat ini juga menjadi sanggar bagi kesenian reyog kendang.
Selama puluhan tahun, Siswoyo terlibat aktif dalam pelestarian kesenian ini. Bahkan Siswoyo merupakan keturunan kedelapan keluarga pelestari seni reog kendang.
Di usianya yang sudah tidak muda ini, Siswoyo masih konsisten melestarikan kesenian tersebut. Sejak kecil pria ini telah belajar reog kendang dari bapaknya. Panggung pementasan sudah dilakoninya dari dulu.
Biasanya reog kendang ini dimainkan saat ada hajatan warga seperti pernikahan atau hajatan sunatan.
Siswoyo mengungkapkan, reyog berasal dari kata riyeg yang berarti kaki yang kecapean karena perjalanan jauh. Jadi makna reyog dalam kesenian ini menggambarkan perjalanan jauh dan kaki capek istilahnya sikile riyeg.
"Kalau dulu biasanya reyog kendang dimainkan di acara hajatan seperti pernikahan atau sunatan, bisa juga dimainkan untuk memenuhi nadzar seseorang," ujarnya, Jumat (3/5/2024).
Seni reyog kendang sendiri memiliki sejarah panjang. Dari cerita tutur lisan seni ini merupakan gambaran prajurit yang mengiringi perjalanan Dewi Kilisuci.
Baca juga:
Teater Api Indonesia Raih Anugerah Sabda Budaya 2024, Kurator: Inspiratif!
Awalnya, tarian ini dimainkan oleh lelaki saja. Namun mulai tahun 80an mengalami perubahan sehingga perempuan bisa ikut menari reyog kendang.
"Dulu sekitar tahun 80an sulit mencari anak laki-laki untuk menarikan reyog kendang, mereka kurang disiplin dalam latihan sehingga penggantinya anak perempuan," tuturnya.
Setelah melalui sejumlah proses, kesenian ini mulai berkembang sekiar tahun 2000an. Reog kendang mulai banyak dipentaskan mewakili Tulungagung di sejumlah event nasional. Beberapa kali reyog kendang juga dimainkan di Istana Negara dan TMII.
Puncaknya, terjadi pada tahun 2015 lalu. Ribuan pelajar SD,SMP dan SMA memecahkan rekor muri menarikan reyog kendang bersama-sama.
Baca juga:
Novel Tak Kenal Maka Taaruf Bakal Diangkat ke Layar Lebar, Ini Kata Penulisnya
"Saat itu saya menangis terharu melihat lautan manusia menari reyog kendang, sedih karena dari teman seangkatan yang ikut berjuang melestarikan reog kendang tinggal saya sendiri," ungkapnya.
Kini Siswoyo mulai mewariskan keahlianya kepada anaknya. Siswoyo juga mengaku sudah puas dalam upaya melestarikan kesenian ini.
Siswoyo hanya berpesan kepada penerusnya untuk terus melestarikan reyog kendang. Meskipun saat ini sudah banyak pengembangan kreasi, namun Siswoyo berharap seni reyog kendang yang tradisi atau pakem tidak dihilangkan.
"Boleh dikreasi dikembangkan sesuai perkembangan, namun yang pakem harus tetap ada jangan dihilangkan," pungkasnya.