Pixel Code jatimnow.com

Profesor UB Malang Jelaskan Fenomena Cuaca Panas hingga Oktober

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Gerhana
ilustrasi
ilustrasi

jatimnow.com - Akademisi Universitas Brawijaya (UB), Prof. Adi Susilo menyampaikan, bahwa fenomena panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini disebabkan pertumbuhan awan yang sangat minim.

Guru Besar Geofisika UB ini mengatakan, bahwa keberadaan awan yang ada saat ini sangat sedikit. Sehingga, sinar matahari dapat langsung mengenai permukaan kulit manusia tanpa ada halangan apapun.

Menurut perhitungannya, bahwa fenomena ini bisa berlangsung cukup lama, atau hingga bulan Oktober mendatang.

"Tetap ada potensi terjadi hujan, bukan berarti di musim panas ini, anomali iklim El Nino ini tidak ada hujan. Namun, bukan hujan yang bisa menyebabkan banjir atau sebagainya," kata Prof. Adi, Senin (27/5/2024).

Prof. Adi mengatakan, dampak panas yang terjadi di Indonesia apabila sangat menyengat tidak sehat bagi tubuh manusia, dan untuk beraktivitas di luar ruangan. Hal ini dari segi pandangnya tentang dampak fenomena panas saat ini pada kehidupan sehari-hari.

Sehingga, dia menyarankan kepada masyarakat jika ingin beraktivitas di luar ruangan menggunakan baju berlengan. Namun, hindari mengenakan pakaian berwarna gelap atau hitam.

"Karena baju dengan warna tersebut bisa menyerap panas, yang akan mengakibatkan panas terperangkap di dalam dan membuat keringat keluar lebih mudah dan mengakibatkan dehidrasi," katanya.

Prof. Adi juga menyarankan untuk menyiapkan payung dan topi guna menghindari paparan langsung terhadap sinar matahari.

Dikatakannya, bahwa cuaca panas yang ekstrem tengah melanda negara-negara di ASEAN belakangan ini. Suhu di beberapa negara Asia Tenggara ini meningkat drastis terutama daerah-daerah perkotaan sangat merasakan dampaknya.

Seperti halnya yang terjadi di wilayah metropolitan Kota Manila, Filipina pada akhir bulan April lalu. Daerah dengan populasi lebih dari 14 juta jiwa ini menyentuh suhu di angka 38,8 derajat celsius. Kondisi ini merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah mereka.

Pada tanggal 22 April, suhu panas juga terjadi di Bangladesh mencapai 43 derajat celsius. Kondisi ini mengakibatkan pemerintah setempat menutup sekolah-sekolah dasar di sana.

Baca juga:
Prakiraan Cuaca Surabaya Kamis 6 Juni 2024: Panas!

Di bulan yang sama, Laos juga mencatat rekor suhu tertinggi sepanjang masa dengan suhu udara mencapai 43,2 derajat celsius.

Di Thailand sendiri dampak yang ditimbulkan sudah sangat serius, terdapat sejumlah 61 orang tewas akibat heatstroke karena suhu panas menyentuh angka 52 derajat celcius.

Namun, hal ini masih belum menunjukkan dampak yang signifikan di Indonesia sendiri. Badan Meteorogi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia karena peralihan musim dari penghujan menuju kemarau.

Dikatakannya, bahwa suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun.

"Sehingga, potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang terjadi pada periode yang sama setiap tahunnya," katanya.

Baca juga:
Prakiraan Cuaca Surabaya Rabu 22 Mei: Hujan Ga Ya?

Gelombang panas yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, karena adanya gerakan semu matahari pada akhir April dan awal Mei.

Kondisi ini berada di atas lintang 10 derajat lintang utara, atau bertepatan dengan wilayah-wilayah Asia Tenggara daratan.

"Hal ini menyebabkan penyinaran matahari sangat terik dan memberikan kondisi yang panas," katanya.

Rangkaian faktor selanjutnya adalah anomali iklim El Nino 2022 - 2024. Prof. Adi menyampaikan, analisis data historis menunjukan saat terjadi fenomena El Nino, maka kondisi suhu mengalami anomali hingga mencapai 2 derajat di atas normal.

"Faktornya merupakan pengaruh pemanasan global yang menyebabkan suhu terus meningkat dari tahun ke tahun," katanya.