Pixel Codejatimnow.com

Kekerasan Terhadap Siswa Inklusi di Surabaya, Gubernur: Proses Hukum

Gubernur Jatim Soekarwo saat mengikuti acara Cangkrukan Sinergitas TNI Polri bersama Forkopimda dalam rangka Pileg dan Pilpres 2019 di Rumah Dinas Pangdam V Brawijaya, Kamis (27/9/2018) malam.
Gubernur Jatim Soekarwo saat mengikuti acara Cangkrukan Sinergitas TNI Polri bersama Forkopimda dalam rangka Pileg dan Pilpres 2019 di Rumah Dinas Pangdam V Brawijaya, Kamis (27/9/2018) malam.

jatimnow.com - Kejadian kekerasan kepala sekolah terhadap siswa inklusi SMKN 1 Surabaya mendapatkan reaksi dari Gubernur Jawa Timur Soekarwo.

Ia bahkan menyebut, jika insiden tersebut merupakan fenomena yang serius, sehingga harus diproses secara hukum.

Ditemui dalam acara Cangkrukan Sinergitas TNI Polri bersama Forkopimda dalam rangka Pileg dan Pilres 2019 di Rumah Dinas Pangdam V Brawijaya, Soekarwo atau yang lebih akrab disebut Pakde Karwo menyatakan insiden yang terjadi itu adalah hal serius dalam dunia pendidikan.

"Kita serahkan ke hukum. Nanti kalau sudah diserahkan hukum kemudian barulah kami mengambil sikap. Tapi dijalur hukum dulu karena kita negara hukum, supaya proses hukumnya biar jelas," tuturnya usai acara cangkrukan, Kamis (27/9/2018) malam.

Baca juga: Demo Kepsek, Siswa SMKN 1 Surabaya Keluhkan Pungutan Lokasi Parkir

Sementara itu apa yang disampaikan Pakde Karwo kontras dengan jawaban Kepala Dinas Pendidikan Jatim, Saiful Rachman yang menganggap enteng kejadian ini.

Baca juga:
Kebakaran Rumah Parkir di Surabaya, Sengaja atau Lalai?

Bahkan, ia menuding adanya upaya politisasi dibalik tuntutan wali murid yang menginginkan Kepala SMKN 1 Surabaya mundur.

Pakde Karwo dalam kesempatan tersebut menekankan bahwa fenomena itu merupakan fenomena serius yang tak bisa dianggap enteng.

Selain kekerasan terhadap siswa, kejadian ini juga diperparah karena korban merupakan anak berkebutuhan khusus (inklusi).

Baca juga:
54 Motor Siswa Terbakar, Kepsek SMKN 1 Kembali Tawarkan Gedung Parkir

"Saya tekankan sekali lagi, tidak bagus apabila sebagai seorang pendidik melakukan itu (tindak kekerasan). Apalagi korbannya anak inklusi," tegasnya.