Pixel Codejatimnow.com

Peringatan Maulid Nabi

Melihat Lebih Dekat Tradisi Endhog-endhogan di Banyuwangi

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Rony Subhan
Suku Osing, Desa Sraten menggelar tradisi Endhog-endhogan memperingati Maulid Nabi. (Foto: Rony Subhan/jatimnow.com)
Suku Osing, Desa Sraten menggelar tradisi Endhog-endhogan memperingati Maulid Nabi. (Foto: Rony Subhan/jatimnow.com)

jatimnow.com - Ada yang menarik dalam perayaan Maulid Nabi di Desa Sraten, Banyuwangi. Warga menggelar tradisi Endhog-endhogan, sebuah perayaan memaknai nilai-nilai agama Islam dengan mengarak ribuan telur yang sudah dihias berbentuk bunga beraneka warna nan meriah.

Ribuan telur yang diarak, sebelumnya ditata di jodang, yaitu pelepah pisang sebagai media tancap hingga kemudian membentuk seperti pohon aneka warna. Setiap rumah membuat satu jodang dan ancak (wadah berisi nasi dan lauk pauk), untuk dibawa keliling desa.

Warga Desa Sraten yang merupakan Suku Osing, tampak antusias menjalankan tradisi yang disebut sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam itu. Warga lalu beramai-ramai jalan kaki beriringan menuju Masjid Baitus Salam, Dusun Krajan, Desa Sraten, tempat di mana Maulid Nabi digelar.

“Hampir seluruh warga pawai Endhog-endhogan keliling kampung dengan diiringi musik tradisional yakni terbang Kuntulan, dan Sholawat Nabi terus dikumandangkan mengiringi arak-arakan telur,” ujar Kades Sraten, H Rahman.

Tradisi Endhog-endhogan di Desa Sraten, Banyuwangi. (Foto: Rony Subhan/jatimnow.com)Tradisi Endhog-endhogan di Desa Sraten, Banyuwangi. (Foto: Rony Subhan/jatimnow.com)

Tradisi ini, kata Rahman, merupakan cara masyarakat untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Meski dilakukan bersama-sama, warga tetap menjalankan prokes dengan baik.

"Tradisi ini cara masyarakat Banyuwangi untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Walau masa pandemi seperti sekarang, masyarakat khususnya warga Desa Sraten tetap melaksanakan tradisi dengan tetap mematuhi protokol kesehatan,” jelasnya.

Baca juga:
Tradisi Mepe Kasur Suku Osing Banyuwangi, Ini Filosofi Warna Merah Hitam

"Kegiatan ini punya makna yang luas. Selain untuk memperingati Maulid Nabi, tradisi ini menjadi syiar budaya Islam yang asli produk kearifan lokal Banyuwangi," imbuh Rahman.

Filosofi tradisi ini, masih kata Rahman, endhog atau telur memiliki tiga lapisan. Kulit telur, putih telur dan kuning telur. Ibaratnya, sebagai lambang Keislaman sebagai identitas seorang Muslim.

Putih telur, melambangkan keimanan, yang berarti seorang yang beragama Islam harus memiliki keimanan. Lalu kuning telur melambangkan keihsanan, di mana seorang Islam yang beriman akan memasrahkan diri dan ikhlas dengan semua ketentuan Allah SWT.

"Islam, Iman dan Ihsan adalah harmonisasi risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang jika ditancapkan pada diri manusia akan menghasilkan manusia yang mencerminkan akhlak Rasulullah. Inilah makna Endhog-endhogan agar kita selalu ingat dan menjalankan tuntunan nabi," beber Rahman.

Baca juga:
Mencicipi Olahan Tawon Vespa Khas Suku Osing Banyuwangi

Acara Endhog-endhogan diakhiri dengan menikmati isi ancak bersama-sama. Satu ancak yang berisi nasi dan lauk pauk dimakan oleh 4 hingga 5 orang. Suasana guyub begitu terasa saat semua warga merasakan hidangan dari rumah masing-masing warga itu.

“Setelah ngaji, berjanji dan acara selesai, kita makan bareng-bareng. Telur yang dihias seperti bunga jumlahnya 13.850 telur, dan 1.017 ancak. Nanti kita bagikan ke warga juga setelah usai acara,” tandas Rahman.

Kades Sraten, H Rahman saat perayaan Maulid Nabi. (Foto: Rony Subhan/jatimnow.com)Kades Sraten, H Rahman saat perayaan Maulid Nabi. (Foto: Rony Subhan/jatimnow.com)