Pixel Codejatimnow.com

Soal Tragedi Kanjuruhan, Peradi Anggap Panpel Lalai, Aparat Terlalu Represif

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Achmad Titan
DPC Peradi Kepanjen saat menggelar konferensi pers (Foto: Galih Rakasiwi/jatimnow.com)
DPC Peradi Kepanjen saat menggelar konferensi pers (Foto: Galih Rakasiwi/jatimnow.com)

jatimnow.com - DPC Peradi Kepanjen menilai ada kelalaian panitia penyelenggara dan aparat dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang hingga mengakibatkan lebih dari 100 orang tewas.

Hal itu disampaikan salah satu perwakilan Peradi Kepanjen Agung Subyantoro saat menggelar konferensi pers. Mereka membuka posko pengaduan dan pelayanan advokasi untuk membantu keluarga korban dan memperjuangkan hak-hak serta kepentingan hukum para korban.

"Saat ini sudah ada 10 keluarga korban yang menyampaikan ke kami dan akan kami kawal. Tidak menutup kemungkinan bisa bertambah. Apalagi kami menduga kuat tragedi Kanjuruhan banyak kelalaian dari pihak panpel serta adanya pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan aparat," ujar Agung, Minggu (2/10/2022).

Dari data yang didapatnya, panpel seharusnya bisa mengantisipasi agar tidak ada kericuhan dalam pertandingan Arema FC melawan Persebaya itu.

"Panpel sebenarnya sudah diperingatkan untuk memajukan jadwal pertandingan yang semula akan dilaksanakan malam hari untuk dimajukan sore hari demi meminimalisir jika ada kericuhan. Tapi panpel tetap melaksanakan pertandingan pada malam hari," jelas dia.

Hal tersebut diperparah dengan penggunaan wewenang secara berlebihan oleh aparat. Salah satunya tembakan gas air mata ke arah tribun suporter Arema FC.

"Karena tembakan (gas air mata) itu, suporter Arema semakin tidak terkendali dengan berdesak-desakan dan terinjak-injak untuk mencari jalan keluar. Di mana pada saat itu banyak suporter Arema yang sesak nafas dan pingsan akibat gas air mata yang ditembakkan pihak Aparat ke tribun penonton," paparnya.

Baca juga:
Ini Ilustrasi Baru Arema FC di HUT ke-36, Bismillah Bangkit

Padahal, lanjut Agung, sudah jelas bahwa penggunaan gas air mata tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa di dalam stadion. Hal ini tertuang dalam Pasal 19 huruf b FIFA Stadium Safety and Security Regulation yang menyatakan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata tajam dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion.

"Selain itu, kami menilai tindakan pihak aparat yang menggunakan kekuatan yang berlebihan juga bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan dan perkapolri," tegasnya.

Atas pertimbangan itu, Peradi Kepanjen mengecam keras tindakan represif aparat terhadap suporter Arema FC yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka.

Baca juga:
Pria Bersepeda Bawa Keranda dari Batu Disambut Bonek di Surabaya, Ini Pesannya

"Kami mendesak negara untuk menghentikan seluruh pertandingan persepakbolaan di Indonesia sampai tragedi Kanjuruhan ini tuntas dan ditangani secara profesional sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku," katanya.

Dia juga mendesak dibentuknya satuan tugas khusus (satgasus) independen dalam melakukan penyelidikan terhadap tragedi Kanjuruhan. Lalu mendesak Kompolnas dan Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas pada saat tragedi Kanjuruhan serta dugaan pelanggaran HAM.

"Akibat peristiwa itu kami berharap Kapolri mencopot pejabat kepolisian yang bertanggungjawab atas tragedi Kanjuruhan yang mengakibatkan jatuhnya korban meninggal dunia dan luka-luka," tandasnya.