Tulungagung - Perajin tempe dan tahu di Desa Rejosari, kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung mengeluhkan mahalnya harga kedelai impor. Meski demikian, mereka tetap memilih membuat tempe meski keuntungan turun hingga 50 persen.
Para produsen berharap pasokan kedelai tetap lancar meski harganya naik. Mereka baru menghentikan produksinya jika ketersediaan kedelai mulai mengalami kelangkaan.
Baca juga:
- Harga Kedelai Naik, Perajin Tempe di Surabaya Mogok Produksi
- Perajin Tahu di Jombang Mogok Produksi, Disdagrin Beri Solusi Ukuran Diperkecil
- Harga Kedelai Naik, Perajin Tempe di Gresik Tak Mau Mogok Produksi
Salah seorang perajin tempe, Jumadi menerangkan, kenaikan harga kedelai ini sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu. Kenaikan harga terjadi setiap hari rata-rata Rp100 per kilogram. Saat ini harga kedelai hampir mencapai Rp12 ribu per kilogram.
Dalam sehari, Jumadi bisa mengolah 60 kilogram kedelai untuk dijadikan tempe.
Baca juga:
Harga Kedelai Impor Terus Naik, 5 Perajin di Kota Kediri Gulung Tikar
"Bagi saya harga kedelai berapa pun Insya Allah masih bisa beli, yang penting pasokannya lancar," ujarnya, Senin (21/02/2022).
Meski harga kedelai mahal, Jumadi memilih tetap produksi karena tidak ingin pelanggannya kabur. Pria 60 tahun tetap membuat tempe dengan ukuran dan harga sama seperti sebelum harga kedelai naik. Akibatnya, laba yang diperoleh menurun hingga 50 persen.
"Kalau harga tempe naik atau ukuran berubah takut pelanggan ngomel dan pindah ke tempe yang lain," tuturnya.
Baca juga:
Siasat Pengusaha Tahu Hadapi Harga Kedelai Naik dan Tak Stabil
Mereka berharap pemerintah mau membantu dengan menurunkan harga kedelai impor. Sedangkan untuk menambah penghasilannya, produsen menjual limbah pembuatan tempe untuk dijadikan pakan ternak.
"Jadi untungnya dari penjualan sisa pembuatan tempe, kulit kedelai yang dijual untuk bisa menambah untung kami," tuturnya.