Pixel Code jatimnow.com

Begini Caranya Agar Pungutan di Sekolah Tidak Ngawur

  Reporter : Erwin Yohanes Farizal Tito
Demontrasi pelajar SMKN 1 Surabaya pada Kamis (27/9). Mereka menuntut kepala sekolah dan menolak pungutan pembangunan gedung parkir
Demontrasi pelajar SMKN 1 Surabaya pada Kamis (27/9). Mereka menuntut kepala sekolah dan menolak pungutan pembangunan gedung parkir

jatimnow.com - Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim diminta untuk segera mengumpulkan seluruh kepala sekolah SMA dan SMK se Jatim guna membahas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) dan dipublikasikan kepada masyarakat.

Imbauan tersebut yang disampaikan Anggota Dewan Pendidikan Jatim, Isa Ansori menyoal beberapa pungutan yang ditarik oleh SMKN 1 Surabaya di luar Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang sempat mematik reaksi protesi para siswa.

Baca Juga: 

"Seharusnya standar biaya minimal pendidikan bermutu itu dikeluarkan oleh Diknas pendidikan Jatim, sehingga akan diketahui kebutuhan besaran biaya pendidikan masing masing sekolah dan masing masing daerah," tutur Isa Ansori kepada jatimnow.com, Senin (1/10/2018).

Menurutnya, hal tersebut bersifat mendesak dan sangat dibutuhkan supaya tidak terjadi pungutan yang berlebihan. Selain itu, sudah seharusnya Dinas Pendidikan Jatim mewajibkan kepada seluruh sekolah membuat RAPBS.

"Selanjutnya RAPBS itu dipublikasikan ke publik, hingga akan diketahui oleh publik besaran biaya yang dibutuhkan. Selanjutnya, Jika dilihat berapa bantuan pemerintah lewat Bos dan Bopda, bila bantuan pemerintah berupa Bopda melebihi kebutuhan standar minimal pendidikan bermutu maka sekolah didorong untuk meningkatkan kualitasnya," papar Isa.

Bila bantuan pemerintah lebih kecil dari kebutuhan pendidikan minimal bermutu, kata Isa, maka kekurangannya dimusyawarahkan dengan walimurid dan tidak cukup hanya dikomunikasikan dengan perwakilan komite sekolah.

"Agar tidak terjadi pungutan yang berlebihan sudah seharusnya Diknas mewajibkan kepada seluruh sekolah membuat RAPBS dipublikasikan ke publik," tegas Isa mengingatkan lagi.

Baca juga:
Kebakaran Rumah Parkir di Surabaya, Sengaja atau Lalai?

Isa juga mengakui, akibat tidak adanya standar pembiayaan untuk layanan pendidikan minimal bermutu sehingga banyaknya pungutan yang dibebankan kepada walimurid dan besarnya berbeda antar satu sekolah dengan sekolah yang lainnya, bisa berakibat penafsiran-penafsiran yang berbeda.

"Kasus di SMKN 1 Surabaya itu merupakan salah satu kasus saja dari sekian banyak kasus protes siswa tentang besarnya biaya sekolah. Akibatnya sekolah bisa menafsirkan besaran biayanya masing masing kemudian usulan kepala sekolah disetujui oleh pengurus komite sekolah tanpa melibatkan walimurid, akan menimbulkan pungutan-pungutan tak terduga tersebut," tandas Isa.

Isa mengungkapkan terkait demo siswa SMK, sejatinya hanya untuk menunjukkan bahwa adanya keberhasilan proses pendidikan, sehingga anak anak berani berkata benar dan jujur.

 Baca juga: Siswa Inklusi SMKN 1 Surabaya Ditampar Kepsek

"Bukankah pendidikan mengajarkan karakter benar dan jujur?" tanya dia.

Baca juga:
54 Motor Siswa Terbakar, Kepsek SMKN 1 Kembali Tawarkan Gedung Parkir

"Bagi saya apa yang dilakukan oleh anak-anak harus diapresiasi dan didengar, janganlah anak anak ini dicurigai macam macam. Karena anak-anak itu, setelah melihat dan merasakan fenomena yang ada pasti berkata sesuai dengan hati nuraninya," pungkasnya.

Demontrasi digelar pelajar SMKN 1 Surabaya pada Kamis (27/9). Mereka menuntut Kepala Sekolah SMKN 1 Bahrun diganti. Selain itu, pelajar memprotes pungutan biaya pembangunan gedung parkir. Hari itu juga sekolah dan komite sekolah membatalkan.

Unjuk rasa ini digelar sehari setelah terjadinya aksi kekerasan siswa yang dilakukan Kepala Sekolah SMKN 1 Surabaya Bahrun. Tiga pelajar menjadi korban, namun Kepala Dinas Pendidikan Jatim Saiful Rachman menganggap enteng kasus tersebut dengan mengumbar pernyataan yang kontroversial.